Roda Berlumuran Oli

[Unsplash/Eirmann]

Hubungan antara korupsi dengan pengerukan sumber daya alam yang mengerucut pada krisis iklim, tentu sangat lekat. Jika kita mengamati kasus Harvey Moeis, ia menerima uang pengamanan dari beberapa perusahaan sebesar 500 sampai 750 USD per ton. Hal itu seolah-olah dicatat sebagi Corporate Social Responsibility yang dikelola oleh perusahaan milik Harvey yaitu PT Refined Bangka Tin. Harvey menerima uang yang merupakan kerja sama antara perusahaan yang terkena kasus tersebut dengan PT Timah Tbk. Uang itu lalu dicuci oleh perusahaan milik Helena yang bernama PT Quantum Sykline Exchange. 

Dari kisah tersebut, kita bisa mengetahui asal muasal dari tindakan korupsi tersebut karena sumber daya alam yang melimpah yang hanya bisa dikendalikan oleh mereka yang memiliki strategi licik untuk menguntungkan diri mereka sendiri. Produksi timah yang merupakan energi kotor merupakan keuntungan bagi perusahaan swasta maupun negara. Inilah yang merupakan State Capture atau oligarki. 

"Mereka tak peduli dengan rakyat yang tinggal di sekitar pertambangan timah itu. Apalagi peduli dengan lingkungan yang terdampak. Tentu tidak!"

Sehingga, pada akhirnya sangat diperlukan kebijakan pemerintah yang memperketat praktek eksplorasi sumber daya tersebut. 

"Tapi kalau saya pribadi, sudah acuh tak acuh dengan pemerintah, karena mereka lalai dan bersekongkol dengan swasta ataupun pihak lain guna memperkaya dirinya dengan dalih untuk kemakmuran bersama."

Semoga tidak terjadi lagi kasus korupsi sumber daya alam yang menyiksa banyak pihak yang tak tau apa-apa ini, karena ternyata korupsi itu salah satunya dari kepintaran seseorang. Kejujuran dan kesederhanaan sangat mahal di era ini. Itu karena kekayaan adalah roda utama kehidupan. 

Semoga kita jujur dan sederhana tanpa roda yang kotor karena lumuran oli yang melicinkan kekayaan. 

Amin. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nafas Pundenrejo dalam Perjuangan

Aparat Keamanan Keparat: Siksa Papua, Wujud Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Dilema Kepemilikan Tanah: Pemikiran Amatir Pencari Keadilan