Masih Ingin Hidup di Bumi, Bukan?

 

Cuplikan dokumenter Greenpeace di Timbulsloko
Sumber: penulis

Ini Tentang Lingkungan dan Aksi Kita

 

Isu Apa yang Butuh Dipedulikan?

“Semesta bicara, tanpa bersuara”.

Itulah sepenggal lirik lagu dari Banda Neira berjudul “Hujan di Mimpi” yang mewakili isi hati dari alam itu sendiri.

Lalu, dibalaslah oleh sesama manusia, “Oh, manusia berisik. Berakal budi tapi terkadang lupa, kalau hidup di dunia hanya bertamu saja”. 

Percakapan antara alam dan manusia yang tak ada habis-habisnya, sementara kita sibuk menginjak-injak tanah yang sudah alam beri. Isu ini penting untuk kita semua yaitu lingkungan. 

Berawal diajak oleh adikku untuk mengikuti aksi yang bertajuk “Pukul Mundur Krisis Iklim”  di Jakarta tahun 2022, membuatku menelusuri lebih banyak nestapa-nestapa kebengisan manusia terhadap ibunya sendiri, bumi. Tentu, aku juga turut merusaknya dengan menyumbangkan polusi, sampah, memakai bahan bakar fosil, dan masih banyak lagi. Tapi, aku dengar ada yang  “paling bengis daripada yang paling bengis”. Lantas, apa itu? Jawabannya adalah para oligarki dan korporat yang membawa nama “investasi dan lapangan pekerjaan”.

Akhir-akhir ini, topik tentang pencemaran limbah terhadap lingkungan menjadi perbincangan yang hangat di berbagai media. Jika dikaitkan dengan UU kita, dimana “katanya” Indonesia negara hukum, tapi pengusaha dan pejabat yang jelas bersalah,menyebabkan payung hukumnya  berpihak pada penguasa. Merusak sekaligus mengkhianati lingkungan jelas melanggar UU pasal 28H ayat (1), yang menyebutkan bahwa setiap warga Negara memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Kasus-kasus Kerusakan Lingkungan

Banyak kasus kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh pihak korporat yang merugikan kehidupan warga sekitar, salah satunya yaitu PT. Rayon Utama Makmur. PT RUM merupakan tempat produksi karbon disulfida yang berbahaya bagi lingkungan. PT RUM juga menghasilkan limbah serat kain yang merusak ekosistem Sungai Bengawan Solo, bau busuk yang menyengat dan warga terdampak mengalami batuk-batuk, sesak nafas, hingga ulu hati yang terasa berat, terutama di wilayah Nguter, Sukoharjo, Bendosari, hingga Polokarto.

Tidak hanya kasus kerusakan lingkungan tersebut, tapi juga masih ada seperti yang terjadi di Wadas, Kendeng, Pantura, Timbulsloko, dan masih banyak lagi terjadi di Jawa Tengah. Begitu juga kasus perampasan tanah di Rempang, pembangunan sekaligus pengalihfungsian lahan di IKN, dan kasus Seruyan.

Bagaimana Caraku untuk Berpartisipasi Peduli pada Lingkungan?

Tentunya, sebagai aktivis lingkungan, aku tidak tinggal diam. Caraku untuk menanggapi hal itu sangat penuh dengan dinamika. Mulai dari meneliti terlebih dahulu kasusnya, lalu menuliskan pada blog yang aku punya, lalu menyebarkan pada teman-teman, dan akhirnya mulai menyatakan aksi peduli krisis iklim.

Aksi krisis iklim yang aku lakukan hanya beberapa, tapi konsistensi yang aku ambil merupakan keputusan yang bulat dariku sebagai mahasiswa. Walaupun masih tergolong baru, tapi berbekal pengalaman yang pernahku dapatkan, maka mengambil langkah berani dengan berorasi pada demo, menanam pohon, mengikuti diskusi lingkungan, dan melakukan sosialisasi pada teman-teman komunitas tentang pentingnya peduli pada lingkungan, terbuka terhadap kebijakan pemerintah dan pengaruh pemodal terhadap sumber daya alam, itu cukup untuk memberikan pengaruh minimal pada teman-teman terdekat.

Kita juga Bisa Peduli pada Alam

Lewat hal-hal kecil seperti itu yang kulakukan, maka dirasa penting untuk teman-teman semua mencintai lingkungan. Bisa dimulai dengan mengurangi plastik dan menggunakan transportasi umum. Maka dari itu, kesadaran akan lingkungan yang makin rusak, suhu yang semakin meningkat, mengingat Semarang saat ini panas kita tinggali, dan permukaan air laut yang semakin naik seperti contohnya Pantura, sangat penting untuk diwaspadai.

Bayangkan saja jika generasi selanjutnya yang tidak salah apa-apa tidak bisa menikmati indahnya laut utara Jawa, atau desa yang indah tanpa industri ekstraktif yang mengeruk sumber daya alamnya. 

Yuk, mulai dari membaca tentang isu lingkungan, lalu melakukan aksi kecil-kecilan mencintai lingkungan. Bersyukur, sekarang kita bisa bernafas karena Tuhan di bumi ini.

Bagaimana jika bumi ini sudah habis umur karena ulah kita yang merusak? Tidak bisa kita menikmati indahnya bumi ini, menapaki di tanah air Indonesia dengan tenang saja, tidak bisa. ***


Berjalan Lebih Jauh - Banda Neira

Sumber: Penulis

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dalam Terik, Bersuara Membela Kritik yang Dikriminalisasi Oligarki

Plastic Campaigner with Environment Warriors!