Yuk, Melek Sedikit Tentang Jejak Kotor Kita di Bumi!
Holaaaa waste producer! Lho, lho
kenapa penulis called all of u “waste producer” yaa? Hmm, penulis pikir, kalian tau
kan ya the meaning of that words, haha.
Just kidding, guys. So, simplenya
adalah kita semua adalah penghasil sampah guys! Yaps, gak usah heran, kan
memang benar, heheheh. Daripada jokes
yang no make sense, better kita going to the topic, let’s go waste producer!
DEFINISI
Sampah atau waste memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu pengetahuan.
Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang
dari hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Bentuk sampah bisa berada dalam
setiap fase, yaitu padat, cair, dan gas (Hartono, 2008:5).
Persoalan
sampah telah menjadi momok menakutkan yang jika tidak segera dikelola, maka akan
semakin tak terurus. Mengingat bahwa pengelolaan sampah merupakan keharusan
yang tidak dapat ditunda karena semakin menunjukkan titik kritis. Pertambahan
penduduk dan pola konsumsi masyarakat turut mempengaruhi bertambahnya volume
sampah (Marshal & Farahbakhsh, 2013).
FYI nih waste
producer, sampah organik cenderung lebih berbahaya than any other trashes karena menimbulkan gas metana, salah satu
gas rumah kaca yang dapat menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan
global.
Menurut Van
Meter dan Van Horen, implementasi merupakan
“those actions by public or private individuals (or groups) that are directed
at the achievement of objectives set forth in prior decisions” (Meter &
Horn, 1975).
Dari
pengertian ini dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan, baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun swasta diarahkan pada pencapaian tujuan kebersihan
dan keasrian lingkungan bersama.
DATA
D.A.N.G.E.R banget nih waste producer! Seperti yang dikutip dalam catatan Jambeck Research Group dari University of Georgia, AS (2015), Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang hingga mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Tiongkok yang mencapai 262,9 juta ton.
Apalagi nih, setiap harinya di Bantar Gebang ada 7.500 ton sampah dari Jakarta yang diangkut ke tempat pembuangan sampah terbesar se-Asia Tenggara itu. Bye the way, penulis juga pernah ke Bantar Gebang dan lihat langsung sikon disana lho, hehehe like writer's fav role model Jerhemy Owen, below hihihi...
Penelitian
yang pernah dilakukan oleh Edi Hartono yang menyoroti masalah pengelolaan
sampah yang selama ini masih mengandalkan pemerintah daerah saja masih
menyisahkan persoalan (Hartono, 2006). Harusnya peran masyarakat juga besar
yaaa.
Mirisnya,
implementasi kebijakan antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan sampah
tidak selamanya berjalan sukses. Diperlukan
kejelasan kebijakan juga ketepatan proses pelaksanaan sehingga tidak
menimbulkan anomali kepentingan elite (Yandra & Utami, 2018).
Berkaitan
dengan agenda pemerintah dalam gerakan Indonesia terbebas dari sampah pada
2025, diperlukan suatu konsep besar yang komprehensif dalam bentuk gerakan
nasional, misalnya dengan melancarkan kampanye "Perang Melawan
Sampah" yang dikemas dan disatukan dalam bingkai gerakan aksi "Bela
Negara", seiring dengan konsistensi pemerintah dalam melakukan law
enforcement atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH).
Isu sampah
di Kota Bandung sangat perlu diperhatikan karena masih banyak masyarakat yang
tidak menyadari perubahan iklim akibat timbulan sampah. Berdasarkan penelitian beberapa
dosen FISIP Universitas Pasundan, 60
persen dari 1.500 ton sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bandung setiap
harinya merupakan sampah organik.
After ke Bandung, kita Jakarta nih. Badan Pengawas Pemilihan Umum,
Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda memandang penyelenggara pemilu dan partai
politik perlu mulai memikirkan proses daur ulang sampah yang diakibatkan dari
jalannya proses pemilu, seperti bekas surat suara atau kotak suara.
“Jangan jadikan alasan karena UU Pemilu lex
specialis, karena pemilu ini kan bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara,
ada aturan yang mengikutinya. Dalam UUD 1945 Pasal 28 H telah mengatur semua
warga negara mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” paparnya.
PENYEBAB
Persoalan
ini terdukung dengan teori Goerge C. Edward III (dalam Agustino, 2008 : 150)
menurutnya, terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur
keberhasilan variabel komunikasi yaitu, yaitu transmisi, kejelasan, dan konsistensi. Apabila komunikasi yang
terjalin tidaklah jelas, maka proses jalannya implementasi kebijakan akan
menjasi buruk.
Di Banda Aceh , menurut penelitian Muji Bussalim, menyatakan bahwa:
1. Gaji dari pekerja pengolah sampah yang tidak dibayar selama kurang lebih 6 bulan lamanya. Jelas bahwa masalah tersebut akan menghambat proses kinerja pengangkutan sampah yang ada. Seharusnya yang dilakukan Pemerintah adalah memenuhi kebutuhan pekerja seperti gaji dan sebaginya. Waste producer, menyayat hati sekali yaa, mereka sudah membantu mengurusi sampah, tapi gajinya masih tertahan, huhuhu…
2. Selanjutnya kondisi armada yang dimiliki oleh Dinas Lingkungan Hidup sangat minim. Total keseluruhan armada pengelolaan sampah Aceh Besar adalah 17 buah. Sedangkan Banda Aceh perlu memiliki hampir 70 buah armada pengelolaan sampah. Perbandingan yang sangat signifikan dengan kondisi luas aera wilayah yang sangat besar.
3. Kemudian biaya operasional truck seperti bensin yang terhambat.
4. Bahkan anggaran untuk bulan kedepan sudah terpakai dalam bulan ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa efiensi anggaran terhadap pengelolaan sampah tidakah berjalan dengan baik.
5. Dinas Lingkungan Hidup Banda Aceh tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Kesalahan utama dalam implementasi kebijakan adalah tidak mengertinya apa yang harus dilakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut. Kepala bidang pengelolaan sampah dan kebersihan yang baru merupakan pegawai dari Dispora.
6. Masyarakat tidak mematuhi jam buang sampah yang telah diinformasikan sebelumnya. Jam buang sampah yang tidak sesuai membuat manajemen pengangkutan terganggu, begitu juga dengan sampah yang berserakan akibat tidak tersedianya tong sampah yang memadai yang memudahkan proses pengangkutan.
7. Tidak adanya tong sampah terkadang membuat sampah berserakan sehingga mengganggu proses pengangkutan dan juga tentu merusak keindahan.
Pergub DKI
No 77 tahun 2020 tentang pengelolaan sampah lingkup rukun warga, menjelaskan
dengan lengkap terkait prosedur, kepengurusan dan pengelolaan sampah hingga di
daur ulang dan diangkut ke TPS.
Tentu kebijakannya baik, payung hukumnya
jelas, dukungan pemerintah juga tinggi, tapi percuma jika masyarakat tidak ikut
mengawal implementasinya. Bukan hanya fasilitas atau infrastrukturnya saja yang
diperlukan, tapi bagaimana melahirkan kesadaran di akar rumput agar
permasalahan sampah dapat teratasi.
Faktor
terjadinya penumpukan sampah didasari karena masyarakat tidak tahu ingin
membuang sampah atau menumpuk sampah kemana.
Banyak
masyarakat mengeluhkan kinerja terhadap Dinas Kebersihan setempat yang tidak
tepat dalam menyediakan sarana untuk membang sampah. Sampah berceceran di jalan
raya dan mengeluarkan bau yang tak sedap yang juga berpengaruh pada kalangan
masyarakat dan pengguna jalan.
DAMPAK
Salah satu
ancaman keamanan lingkungan (environmental security) yang patut diwaspadai dan
perlu menjadi perhatian adalah tingginya
angka pembuangan limbah sampah, khususnya limbah plastik yang tidak terkendali
dan merupakan jenis sampah yang berbahaya.
Aktivitas
pembuangan sampah di sembarang tempat menjadi kebiasaan dan membentuk pola
untuk mengubah wilayah negara menjadi sebuah tempat sampah raksasa seperti TPST
Bantar Gebang.
Berikut dampak-dampak dari implementasi pengelolaan sampah yang buruk dilakukan oleh masyarakat dan pemda:
1. Meningkatnya produk sampah - mayoritas terjadi di kota-kota yang sedang dalam pembangunan atau di sejumlah negara berkembang, khususnya di negara yang jumlah penduduknya besar.
2. Pola konsumsi dan gaya hidup masyarakatnya cenderung tidak tertib, serta daya beli yang mulai menguat terhadap berbagai jenis bahan pokok.
3. Hasil teknologi tanpa disertai dengan konsep pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.
Hal ini
penting, mengingat ancaman negara di masa damai dan saat ini akan banyak
diwarnai dengan ancaman yang bersifat non-tradisional, seperti ancaman keamanan lingkungan, makanan, air, enerji dan
kesehatan, yang hakikatnya lebih disebabkan oleh tidak terkendalinya sistem
pengelolaan dan pembuangan limbah sampah yang serampangan.
Arrive to the
other awareness thing, Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda, menurutnya apabila sampah
logistik pemilu tidak dipikirkan, hal tersebut akan kembali menjadi limbah yang
cenderung berlawanan dengan narasi pemilu ramah lingkungan serta membahayakan
lingkungan hidup. “Maka dari itu kita, penyelenggara pemilu atau nanti parpol
harus mulai benar-benar memikirkannya”.
SOLUSI
Nah, waste producer, biasanya kalau
sudah sampai ke solusi mulai liat titik terang nih? But, is it will happen in
the future? Yeah, we never know, hihihi…
Sebagaimana dikemukakan oleh Goerge C. Edward III (dalam Agustino,2008 : 153-154 ) bahwa dua karakteristik dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi kearah yang lebih baik, yaitu:
1. Upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.
2. Kemudian proses evaluasi harus terus dilakukan.
Waste producer, yuk kita summarize together our deep thinking today:
1. Dengan diberlakukan program TPS 3R, pemerintah akan lebih mudah dalam melakukan pengelolaan sampah.
2. Kemudian kerja sama setiap elemen masyarakat, LSM, dan komunitas sangat dibutuhkan demi jalannya suatu kebijakan. Kerjasama yang dimaksud adalah bentuk pastisipasi beberapa elemen tersebut dalam melakukan pengawasan dan tindakan-tindakan yang dapat membantu Pemerintah dalam mengawasi berbagai kebijakan.
3. Disinilah pentingnya kebijakan politik dalam mengatasi lingkungan atau yang lazim disebut politik lingkungan.
4. Urgensi politik lingkungan ini dibutuhkan agar kita dapat merujuk pada kajian intelektual tentang fenomena-fenomena lingkungan yang terjadi.
5. Relasi antar masyarakat dengan lingkungan.
6. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menanggapi masalah lingkungan.
7. Korelasi politik dengan lingkungan.
8. Planning (rencana) strategis pemerintah dalam mengatasi persoalan lingkungan dan bagaimana mengembangkan lingkungan hidup sebagai prioritas pelestarian Negara.
Kebijakan
Penanganan Pengelolaan Persampahan dirumuskan dalam beberapa hal, seperti:
1.
Pengurangan sampah dimulai dari sumbernya melalui pembatasan timbunan sampah,
pendaur ulangan sampah dan pemanfaatan kembali sampah.
2.
Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/usaha sebagai mitra dalam
pengurangan dan penanganan sampah.
3.
Peningkatan akses pelayanan dan pemanfaatan sampah.
4.
Pengembangan kapasitas penyelenggara pengelola sampah.
5. Memberikan
edukasi tentang pengelolaan sampah sejak dini kepada anak di tingkat sekolah.
6. Memberikan
pemahaman tentang pengelolaan sampah kepada masyarakat, meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis ilmu dan teknologi tepat guna dan
ramah lingkungan.
7. Adanya
komunikasi yang baik antara kedua belah pihak maka pengawasan yang dilakukan
oleh pidak terkait juga tidak mendapat kendala apapun.
8. Sinergi
antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan pengelolaan
sampah.
9. Masyarakat
juga ikut terlibat aktif dalam program kota bersih yang telah dicanangkan oleh
pemerintah kota.
10. Adapun
program strategis yang ditawarkan adalah mengoptimalkan produk daur ulang
sampah seperti kompos yang bisa dijadikan sebagai pupuk organik pada tanaman di
sekitar pekarangan rumah.
Jika hal
semacam ini berhasil diterapkan, maka gaya pengelolaan sampah seperti ini akan
memberi dampak benefit bagi masyarakat sekitar.
Indonesia
harus berani mengambil langkah dan terobosan politik lingkungan yang massif
dalam memerangi sampah dan membuat langkah efektif dalam menerapkan kebijakan
lingkungan. Begitu pula kita tidak perlu gengsi belajar tentang kebijakan
lingkungan, metode dan teknik memerangi sampah yang patut dicontoh dari negara
lain.
Seperti
Finlandia, negara yang menempati peringkat pertama dalam Enviromental Performance
Index (EPI) dan sebagai negara paling ramah lingkungan di dunia. Nah, waste
producer boleh kali yak, have a good dream for Indonesia’s environment become green
Finland, hahaha….
Anyway, sampah organik yang melimpah di kota
kembang, Bandung ini memunculkan kebijakan dan partisipasi masyarakat yang have awareness to the organic trashes, lho
guys. “Kebijakan yang dibuat Pemkot Bandung memang berkaitan dengan janji
kampanye dan komunikasi politik saat Pilkada. Kemudian muncullah partisipasi
komunitas yang melahirkan inovasi pengurangan distribusi sampah organik dan
menciptakan circular economy,” terang Vera Hermawan, S.I.Kom., M.I.Kom dosen
Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Pasundan.
Ilmu
Komunikasi FISIP Unpas juga berkonribusi nih, untuk menyosialisasikannya supaya
kebijakan dan kemampuan mitigasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah
sama-sama mumpuni dan bisa mewujudkan kawasan bebas sampah, minimal di
lingkungan RW atau kelurahan.
Tidak hanya
itu, aksi “Jakarta Sadar Sampah” yang dilakukan secara kolektif oleh BEM UI dan
para relawan se-JaBoDeTaBek ini juga memberikan penyuluhan kepada warga dari
rumah ke rumah sekitar Menteng dan Tegal Parang untuk pemilahan sampah, lho
waste producer!
Balik lagi
ke Bandung, “Di Jamaras, lokasi penelitian kami, kesadaran pengelolaan sampah
bahkan dilakukan siswa SD. Mereka mendatangi rumah demi rumah untuk
mengumpulkan sampah organik sambil bernyanyi. Itu bisa ditiru kawasan lain di
Kota Bandung, karena stakeholder tidak harus dari usia produktif, tapi juga
pelajar yang disiapkan untuk generasi masa depan,” tandas Vera Hermawan,
S.I.Kom., M.I.Kom dosen Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Pasundan.
Lalu, apa
saja upaya yang harus pemerintah “bawa serius” ?
1. Pemerintah dapat memberi tempat
sentral kepada perlindungan lingkungan hidup dalam keseluruhan kebijakan
pembangunan nasional.
2. Komitmen moral diperlukan untuk
membangun pemerintah yang bersih dan baik, yang memungkinkan Pemerintah lebih
serius dalam menjaga lingkungan hidup.
3. Konsisten mengimplementasikan
kebijakan perlindungan lingkungan hidup.
4. Pembangunan berkelanjutan modern
dapat dimaknai sebagai suatu upaya rekonsiliasi (perbaikan hubungan) politik,
rekonsiliasi antar manusia, dan rekonsiliasi terhadap lingkungan.
Nah, I think that’s enough yaa waste
producer. As usual, the writer have a recommended song for u randomly, hihi…
Goodbyeee and reduce ur trashes with bring ur own tumbler and totebag guys!
Wuuufff uuu
Sumber:
Komentar
Posting Komentar