Menilik Sudut Hati Hewan yang Dipolitisasi

 

   

   Alohaa, Animal Rangers! Owhh suddenly banget about animal… what’s happening, nih guys?

   Kalian tau gak sih, berdasarkan data Asia For Animals Coalition, Indonesia menempati negara urutan pertama di dunia yang paling banyak mengunggah konten kekejaman terhadap hewan di media sosial. Sebanyak 1.626 konten penyiksaan berasal dari wilayah Indonesia. Sadly, binatang kita yang hebat dan imut-imut itu disiksa, diperjualbelikan, bahkan sampai direkam dan dipublikasikan, animal rangers! Huhuhu… then, what we will gonna do, friends? Yuks, langsung aja kita bahas bareng-bareng! Let’s go!

   Kata “politisasi” kerap mengandung konotasi negatif. Kata ini sering digunakan untuk menggambarkan cara-cara berpolitik yang tidak etis. Oh iya, politik ini sangat luas, lho guys. So, kita menilik (meneliti dengan mata batin) dari sudut pandang hati satwa yang dikorbankan ya. Kamu yang pecinta hewan garis keras, siapkan tisu-mu, hihihi...

   Menurut kbbi, binatang/bi·na·tang/ (n) adalah makhluk bernyawa yang mampu bergerak (berpindah tempat) dan mampu bereaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak berakal budi (seperti anjing, kerbau, semut); hewan; .

   Jadi nih animal rangers, the point is binatang sama seperti manusia yang berhak untuk hidup, hanya saja dibedakan dengan binatang yang tidak memiliki akal budi. Even though, tidak memilki akal budi, justru itu kita yang memiliki akal budi perlu untuk melindungi mereka yang lemah.

   Maraknya perdagangan satwa liar dikarenakan atas tingginya selera konsumen akan kepuasan tersendiri. Misalnya, bagi beberapa orang, memelihara burung eksotis sensasinya berbeda dengan burung jenis biasa. Sebagian lagi membeli satwa liar karena masih mempercayai mitos, seperti bagian tubuh beberapa satwa yang dipercaya berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Akibatnya, ekosistem satwa menjadi rusak karena perilaku manusia. Hal ini menjadikan bisnis satwa ilegal termasuk satu dari kasus kejahatan paling besar di dunia lho, animal rangers!

   Terjadinya perdagangan satwa liar disebabkan oleh beberapa faktor nih guys, apa saja ya?

1.       Lemahnya Penegakan Hukum

Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya antara lain mengatur tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Lagi-lagi nih guys, supremasi hukum terhadap perlindungan para satwa, tidak dirasakan secara nyata.

Memang, ada hukuman pidananya yaitu dalam pasal 40 Ayat (2) UU KSDAHE (Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya) disebutkan bahwa hukuman pidana bagi pihak-pihak yang memperjualbelikan satwa dilindungi secara ilegal dijatuhi hukuman kurungan penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah. Namun, penjabaran terkait hukuman tersebut belum jelas sehingga tidak terealisasikan secara tepat.

2.       Lemahnya kesadaran dan kepedulian manusia tentang satwa

Pasal 21 ayat 2 huruf a dari UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya yaitu “Setiap orang dilarang untuk menangkap melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup”.
But, the reality guys, masih saja marak terjadi kejahatan tersebut di masyarakat.

"Kalau kita lihat burung cenderawasih bisa dihargai sampai Rp 20 juta. Karena burung itu langka tidak banyak jumlahnya," ujar Polda Jawa Timur AKBP Zulham Effendy, saat penangkapan tersangka pedagang satwa dilindungi di Jawa Timur (26/08/2022). Nah, itu adalah perbuatan yang tidak peduli karena memperniagakan sekaligus tidak mensyukuri keindahan alam ciptaan, guys.

3.       Tidak menberikan efek jera pada pelaku

Kasus penyiksaan hewan terjadi karena regulasi tidak bisa membuat efek jera terhadap pelaku. Dalam kitab UU hukum Pidana, sanksinya tidak berat, khususnya pasal 302.

Pasal 302 mengatur pelaku penganiayaan hewan baik ringan maupun berat dapat dipidana maksimal 9 bulan, dan denda maksimal Rp400 ribu. Oleh karena itu, aturan harus diperbaharui agar menimbulkan efek jera.

4.       Pernah melakukan hal itu sebelumnya dan terbiasa

Waduhh, kalau ini kita bisa bilang “Psikopat” yaa… uhh ngerii deh.

Menurut FBI, penyiksaan terhadap hewan memiliki korelasi yang signifikan dengan sikap manusia yang senang melakukan kekerasan. Pasalnya, pembunuh berantai diketahui sering menyiksa atau membunuh hewan sejak mereka kecil.

5.       Nilai ekonomis yang tinggi dan sangat menguntungkan

"Nilai tangkapan trenggiling di Semarang ini cukup fantastis, diperkirakan bernilai Rp 1,5 miliar, belum lagi nilai ekologi yang jauh sangat mahal karena dirusak oleh ulah para pemburu," jelas Direktur PPH Ditjen Gakkum, Sustyo Iriyono. 

Imagine deh guys, itu pun baru trenggiling, belum gading gajah yang dijual seharga 100 juta (berdasarkan penangkapan tersangka di Riau). Mengenaskannya guys, mereka juga dijual dalam platform online lho guys, sedih ya, huhuhu...

Clearly banget nih guys, as long as it’s very profitable, bakal digass terus oleh para pelaku jual-beli satwa illegal. By the way, legal ataupun tidak legal pada hakikatnya melakukan transaksi atas kehidupan hewan tidak dibenarkan ya guys, karena kita balik lagi nih ke wacana kita, on the beginning of this article. Bahwa, setiap makhluk hidup di bumi ini (terutama satwa) perlu dilestarikan keberadaanya, dan berhak untuk hidup. Bukan seenaknya dibayar dengan nominal, padahal ada harapan nafas bagi setiap makhluk hidup.

Then, how to solving this problem as an animal rangers ya, friends?

1.       First, kita harus lebih peduli terhadap masyarakat sekitar, khususnya anak-anak. Yap guys, we have to give educations and good environment untuk meminimalisasi perilaku buruk seperti menyiksa hewan.

2.       Second, join and make campaigns about love and guard the animals. Gak usah bingung deh animal rangers, follow langsung akun Instagram @animalfriendsjogja. Which is, mereka sering banget guys, menyuarakan perlindungan and giving so much love for animals in Indonesia.

3.       Last but not least nih, animal rangers! Kita sebagai anak muda semua perlu untuk aware akan keberadaan satwa langka in the future. So, mengikuti aksi penangkaran hewan, seperti contohnya aksi pelepasan bayi penyu di beberapa pesisir pantai Indonesia.

   Wah, gak kerasa ya pembahasan seru kita terkait satwa di Indonesia hanya sampai disini. Kita semua berharap, agar semakin banyak nih “Animal Rangers” yang berorientasi pada masa depan satwa Indonesia. As usual, I wanna give you a song (Gajah-Tulus) and a movie nih guys! 

 See you and have a nice day with animal friends!





 Sumber artikel: KLHK , Jurnal Unpad

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Ingin Hidup di Bumi, Bukan?

Dalam Terik, Bersuara Membela Kritik yang Dikriminalisasi Oligarki

Plastic Campaigner with Environment Warriors!