Politik dibuat Bercandaan: Emang Boleh?
Helloww
guys! Welcome back to my blog!
Wakil rakyat bukan paduan suwaraa... jangan tidur apalagi nonton,
kalau lagi sidang soal rakyat!!! Wkwkwk...
Okeey guys, kalau kalian
bingung tadi aku diatas senandung apa, well tadi aku lagi
ngasih clue kalau today kita bakal bahas antara humor/ komedi dengan
politik, nihh!
Dalam
dunia politik, humor adalah bagian penting keterampilan berkomunikasi. Ini
karena humor adalah bahasa universal. Hampir semua orang suka. Aku suka, kamu suka tapi sama yang lain, jiakh… Karena itu, humor bisa menjadi kendaraan berbagai jenis pesan
agar bisa diterima tanpa penolakan, nih
guys.
Nah
guys, kalian yang lagi baca artikel ini merasa muda gak? If yes, tipikal kalian itu adalah tipikal
anak muda yang suka humor, plesetan, roasting, stand up comedy, dan komika yang
melek politik menjadi idola pemilih milenial.
Pemilih muda dan kaum milineal sangat
antipati dengan kehadiran tokoh yang jutek, tidak bisa santuy, dan
pemarah. Kita gak sebut merek, guys. Tapi contohnya aja supaya kalian ada gambaran,
yaitu Mbak P. Buat kalian yang penasaran, cari azaa google hihihi… Pemilih muda merasa perlu ada angin
kesegaran, kebaruan, dan up to date dalam isu-isu di media sosial dalam sosok
yang diidolakan milenial atau generasi santuy ini.
Abdurrahman
Wahid (Gus Dur). Ia memberdayakan humor lebih dari sarana komunikasi
politik. Ia bahkan menghayati
humor sebagai bagian dari jalan hidup. Itu salah satu faktor yang membuat diri
dan gagasannya diterima secara luas. Bahkan lawan politik bisa terbahak-bahak
dibuatnya. Mendiang
Gus Dur kerap berujar, ”Gitu aja kok repot” untuk menanggapi setiap persoalan
yang dianggap pelik oleh banyak orang. Politik adalah kegembiraan, bukan
permusuhan yang terus menerus dipertahankan dengan abadi.
Humor disadari memiliki banyak
fungsi. Oleh karena itu, pandangan publik terhadap humor semakin positif. Humor
jadi keterampilan komunikasi yang sangat berguna di berbagai tempat dan
suasana.
Pada masa Romawi, nih
guys, humor politik lebih banyak memanfaatkan situasi politik melalui
parodi. Aktor panggung akan memerankan tokoh tertentu dengan perilaku yang
berlebihan. Perilaku berlebihan melahirkan keganjilan. Perasaan aneh akibat
melihat perilaku ganjil inilah yang melahirkan kelucuan dan memantik tawa
penonton.
Dalam dunia politik modern,
terjadi fenomena mengatakan kebenaran tanpa harus mengatakannya. Ketika
mendengar pesan tersirat, orang terdorong untuk mencari maksud dibaliknya (like
Mbak P, that I said in some of paragraph before). Ketika pesan di balik
ujaran itu ditemukan, otak menyambutnya dengan respon tertentu yang memicu
lahirnya tawa, guys!
Politik bisa membuat kita terkepung, terganggu, sengsara.
Dengan komedi, kita bisa memasukkan unsur satire didalamnya,
nih guys! Hah, apa itu satire? Satire adalah tindakan untuk
menindas yang nyaman (a.k.a pejabat yang berjanji membahagiakan rakyat) dan
menghibur yang menderita (a.k.a rakyat nich, cye cye si paling katanya akan
dibahagiakan, bisa menderita juga, wkwkwk).
Indahnya guys, komedi politik dapat menumbuhkan rasa
cita-cita bersama. Selain itu, komedi bisa menjadi cara menyampaikan ide-ide
kritis, memperkuat atau melemahkan stereotip.
Menurut penulis yang suka banget nonton youtubenya Kaesang
yang sering mengundang politikus muda untuk bercanda, hehehe… Komedian Terbaik adalah antropolog dan
kritikus budaya yang paling efektif. Komedi politik, jika dilakukan dengan
benar, adalah sistem penyampaian kebenaran.
Obama
dan Galifianakis menunjukkan hubungan yang saling tergantung antara politik dan
komedi sepanjang abad ke-21. Dalam mengakrabkan keduanya, hadirnya satire dan
parodi sebagai alat setara komedi politik penting untuk mendorong pertukaran
terbuka antara politisi, komedian, dan masyarakat untuk mempengaruhi,
menghibur, dan berkomunikasi dalam proses politik.
Komedian dan humoris zaman
now, guys, seperti komika favorit penulis, Bintang Emon (awokawokk),
dalam kebanyakan postingannya melakukan lebih dari sekadar mengomentari
politik, mereka juga membantu membentuk kebebasan berpendapat masyarakat (walaupun
bisa aja diaduin ke buzzer, chuakkss).
Kita
bisa mulai berpikir, bagaimana lelucon bisa memenangkan pemilu, seperti Volodymyr Zelenskyy dan mulai mengeksplorasi
efek meme dan humor politik selama kampanye presiden. Bayangin guys, seorang
pelawak yang jadi presiden! Thumbs up 1000 times, dech!
Secara
online, lelucon adalah akselerator kuat untuk membuat kampanye yang mulus, tapi
tweet lucu beberapa kalimat dari netizen juga punya daya kritis sendiri. By the way, kalian tau gak siapa “Raja
Tweet” pada zamannya? Yap, the
person that I said in some of paragraph before, Kaesang Pangarep. Ia
juga sering memosting meme di twitter tentang kakaknya, Gibran dan bapaknya,
Jokowi.
Selama Soeharto memimpin Indonesia,
pelawak-pelawak kita lebih mengekspolitasi tubuh untuk menghadirkan kelucuan
ketimbang bermain kata-kata untuk menyentil kondisi sosial politik terkini.
Pilihan itu diambil mungkin karena Orde Baru sangat alergi terhadap
kritik. Grup lawak Srimulat sangat jago menghadirkan kelucuan dengan
eksploitasi tubuh. Gepeng yang yang memakai bedak, Tessy yang berdandan ala
perempuan, Asmuni yang menarik kursi Tarzan hingga jatuh, (maksudnya kursi kecurangan DPR) dan lain-lain mampu membuat
penonton terbahak-bahak. Ini adalah cara melawak yang aman. Pasti lolos tampil
karena tidak menyinggung stabilitas politik.
Materi-materi lawakan mereka sebetulnya
ingin menertawakan keadaan yang terjadi pada saat itu tetapi tentu harus disesuaikan
dengan selera penguasa. Juga, melalui stand-up comedy nyatanya juga dapat
mendekati isu-isu sensitif salah satunya yaitu politik, nih guys!
Melalui panggung "Lapor Pak",
Anies menunjukkan bahwa ia sosok yang tidak anti kritik.
Kiky melanjutkan materinya. Kata Kiky, sebenarnya ia menyiapkan materi
roasting-nya selama satu jam. Namun, ia tidak ingin menyelesaikan materi
roastignya itu. "Biar kayak program, Bapak. Banyak yang enggak
selesai." ujar Kiky. Kesan mengangkat, membanting, bahkan menenggelamkan
narasumber menjadi ciri khas Kiky di panggung, lho guys wkwkwkk.
Di sinilah kekuatan humor yang sebenarnya. Yang dikritik
menjadi terpingkal sedangkan publik yang melihat merasa terwakili dengan segala
uneg-unegnya. Humor menjadi oase pelepasan kritik yang selama ini
dirasakan publik.
Di tanah air sendiri, ketegangan antar
politisi dan partai politik sangat tinggi karena mayoritas politisi kita
cenderung berkomunikasi dengan konteks tinggi. Tidak terbiasa menyelesaikan
konflik secara bertatap muka apalagi santuy, like our generations
did, yagesyaa...
Bukankah politik itu adalah seni membuka
ruang-ruang kompromi baru yang bisa diterima banyak pihak? Bukannya, malah
akun mereka di-hack atau ditangkap-tangkapin. Hehehhe, santai-santai…
Semoga segregasi politik yang pernah
terjadi di Pilpres 2014 dan 2019 tidak terjadi lagi di Pilpres 2024. Maka,
penting kiranya politisi bisa menjadi sosok yang mampu memanfaatkan kesadaran
pemahaman akan esensi dan visibilitas humor menjadi sebuah pola komunikasi yang
mencerdaskan dan menguatkan. Bukan menggunakan humor demi humor itu sendiri,
yang kerap slapstick, banal, dan tidak mencerdaskan.
Tapi, tugas mereka adalah membuat
rakyatnya tertawa bahagia dengan kebijakan publik yang kontekstual, tepat sasaran,
dan bisa dipertanggungjawabkan.
Kita rasa humor itu merupakan kebutuhan setiap
orang. Orang bisa menolak perbedaan agama, budaya, bahasa atau apapun, tetapi
tidak ada yang bisa menolak humor. Sehingga segala sesuatu yang disampaikan
dengan humor, meskipun nyelekit, mereka bisa terima.
Humor adalah kekuatan yang tajam untuk
mengkritisi tanpa membuat orang jadi marah banget. Yang setuju angkat alis! Wkwk…
Penelitian di Towson University Maryland tahun 2011, menyimpulkan bahwa humor satir dan komedi politik merupakan faktor penting dalam demokrasi, sebagai salah satu cara mengetahui kebenaran pernyataan atau kebijakan, menambah kepercayaan masyarakat dan pemerintah, yang akhirnya meningkatkan partisipasi politik masyarakat.
Kita semua nih guys, perlu lho untuk setuju jika humor satir dinilai sebagai bagian penting dalam demokrasi. Mengapa? Karena ketika masyarakat sudah jenuh atau kehilangan kepercayaan pada badan-badan formal, baik media atau institusi lain, maka mereka akan mencari alternatif, yang tentunya menyenangkan buat mereka. Orang tetap perlu menjaga akal sehatnya dan tidak merasa disandera oleh opini yang dipaksakan berkembang dalam masyarakat, gitu guys.
Tetapi
kontrolnya juga harus jelas. Tidak menistakan, apalagi menggores luka pada
kebhinekaan yang telah lama dibangun, dirawat dan dirajut oleh bapak bangsa dan
juga anak-anak bangsa yang bangga dan hidup dalam kebhinekaan.
We
think that’s enough ya guys dengan basa-basi humor politik itu diterima
pejabat. Tapi nyatanya… Ohh noo!! Unfortunately, our free opinion
comedians kita gak di acc, bahkan dituntut guys. Huhuhu… Sedih yaa, maksud hati
menghibur, eh malah dihancur lebur. Tapi, masyarakat yang mensponsori, tak
kalah untuk mendukung mereka, guys!
So
guys, kali ini real, beneran selesai!
Okeyy,
as usual aku mau kasih kalian 1 lagu dan 1 tayangan youtube yang nge-gambarain
kondisi humor politik di Indonesia ini!
Don't forget to watch this yt video, guys! Itung-itung melek politik gitu, genZ!
This is the song! Play your Spotify, guys! Surat Buat Wakil Rakyat - Iwan Fals
See yaa!
Sumber artikel: HumorPolitik
Komentar
Posting Komentar