Political Rights for Disabilities's Friends

 

 

   


   Hai millennials politics! Gimana kabar kalian nih? Semoga masih dalam keadaan sehat dan happy yaa saat membaca artikel penulis ini, hehe…

   Teman-teman mesti bersyukur nih. Kenapa? karena banyak teman kita disana yang sedang berjuang untuk hidup setara dengan kita. Siapa mereka? yapps, mereka adalah penyandang disabilitas, guys!

   Nah, kali ini penulis wanna give some informations about political rights for disabilities, guys. Jadi dalam beberapa menit kedepan, kita bakal nge-bahas seputar, “Kenapa ya teman-teman disabilitas kita masih jarang datang ke lokasi pemilu?” Langsung aja, check this out guys!

   Teman-teman pasti disini dan disana punya akses internet, kan ya? Nah, sangat disayangkan ternyata teman kita yang mengalami disabilitas masih tidak banyak yang mengakses internet, lho. Walaupun tahun ini merupakan tahun politik, mereka tetap tidak bisa mendapat informasi yang banyak terkait pemilu. Akibatnya, banyak dari mereka yang mengurungkan niatnya ataupun tidak sepenuh hati untuk mencoblos.

   Hak politik para penyandang disabilitas, sebenarnya telah dijamin oleh negara melalui UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca), Ariani Soekanwo, mengatakan bahwa, “Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia ada sekitar 20 juta di seluruh Indonesia yang memiliki hak suara. Kesadaran penyandang disabilitas sebetulnya sangat tinggi. Hanya saja sosialisasi di daerah sangat kurang. Hanya di kota-kota besar saja.”

   Meskipun KPU telah menyediakan website ramah difabel dan aplikasi SWARA, namun pada kenyataannya tidak ada NGO dan difabel yang mengakses media sosialisasi tersebut. Bahkan kebanyakan diantara mereka, tidak tau tentang keberadaan media tersebut. Jadinya guys, tidak maksimal nih aplikasi SWARA dalam penggunaannya, sayang sekali ya.

   Hal ini diakui karena lemahnya sosialisasi Pemilu terutama yang dilakukan melalui jalur media internet. Sosialisasi KPU masih berfokus menggunakan cara tradisional seperti menggunakan radio, iklan televisi dan pertemuan tatap muka. Salah satu contohnya yaitu terjadi di NGO Sehati yang mengaku kaum disabilitasnya hanya 20 persen terakses internet.

   PKPU No 10 tahun 2018 pasal 4 mengatakan, “Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bertujuan:

a. menyebarluaskan informasi mengenai tahapan, jadwal dan program Pemilu;

b. meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam Pemilu; dan

c. meningkatkan partisipasi Pemilih dalam Pemilu.”

   Nah guys, pemilu yang diselenggarakan negara harus bersifat inklusi agar demokrasi berjalan baik dan setiap warga negara mendapatkan haknya. Tidak ada orang atau kelompok masyarakat yang bisa diabaikan haknya sebagai pemilih atau yang dipilih, termasuk para penyandang disabilitas.

   Namun, unfortunately masih banyak hambatan kaum disabilitas sebelum, maupun dalam pelaksanaan pemilu. Beberapa hambatan yang kerap terjadi diantaranya:

1)      Keterbatasan dalam mengakses informasi pemilu;

2)       Keterbatasan pengetahuan dalam mengakses nama-nama calon anggota legislatif;

3)       Tidak tersedianya instrumen teknis pemilu yang dapat menjangkau pemilih disabilitas;

4)       Struktur sosial dan budaya masyarakat yang masih menganggap rendah kelompok pemilih disabilitas;

5)       Kurangnya transparansi data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai penyandang disabilitas;

6)    Kurang maksimalnya pendataan dari KPU mengenai jumlah penyandang disabilitas dan posisi mereka yang tidak terpetakan, sehingga banyak penyandang disabilitas yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap.

   Selain itu, mirisnya guys, petugas KPPS tidak teliti/ tidak ramah pada difabel. Pemilih difabel juga kerap diminta buru-buru karena banyaknya antrian. TPS juga kurang nyaman/tidak aksesibel. Misalnya ada tangga menuju TPS tidak bisa dilewati kursi roda, lingkungan TPS berumput tebal dan licin. Selain itu, bilik suara tidak bisa dimasuki kursi roda, meja pencoblosan terlalu tinggi, dan letak kotak suara tinggi/sulit dijangkau.

   Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 mendata bahwa, jumlah pekerja dengan disabilitas di Indonesia mencapai 7,04 juta orang. Bisa disimpulkan, jika sebanyak 7,04 jiwa tidak mendapat informasi terkait pemilu dan lokasi pencoblosan tidak ramah bagi mereka, dipastikan akan ada ketidakpercayaan publik terhadap fasilitas pemerintah untuk kaum yang sering distigma masyarakat sebagai ‘kaum dinomorduakan’.

   Hasil pantauan yang dilakukan oleh Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) bersama organisasi-organisasi yang peduli terhadap hak disabilitas lainnya pada pemilu tahun 2014, menemukan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, baik dari sarana maupun prasarana dalam proses pelaksanaan pemilu.

   So guys, menurut penulis dan para aktivis yang peduli pada hak politiknya disabilitas, implementasi dari pemilu 2024 dan persiapannya, diharapkan yaitu:

1)       Memberikan sosialisasi di media online maupun offline, dan secara merata memberikan akses internet bagi penyandang disabilitas tentang pemilu.

2)      Lebih aksesibel lokasinya bagi teman-teman disabilitas.

3)      Pemerintah mengharuskan adanya kebutuhan-kebutuhan logistik penunjang seperti: alat bantu pencoblosan, desain lokasi, dan akses informasi juru wicara pada saat proses pencoblosan.

Sebagai contoh, tidak terdapat informasi tertulis atau berupa bahasa isyarat bagi peserta pemilu disabilitas rungu/wicara pada beberapa lokasi TPS. Sehingga penyandang disabilitas di Indonesia tidak memenuhi hak pilihnya dalam pemilu.

4)      TPS yang ditujukan bagi pemilih penyandang disabilitas yaitu template alat bantu tuna netra yang menggunakan huruf braille.

5)       Last but not least, TPS harus berbentuk persegi panjang, memiliki panjang sepuluh meter (10m) dan tinggi delapan meter (8m) dan ada jalur kursi roda. So, teman-teman kita yang menggunakan kursi roda bisa mudah mencoblos, deh.

   Finally guys, poin pertama adalah pemerintah dan seluruh masyarakat harus memiliki rasa peduli kepada kaum disabilitas dulu nih. Baru deh, mereka perlu membagikan seputar informasi pemilu. Kedua adalah setiap TPS harus dirancang agar memudahkan pemilih penyandang disabilitas untuk datang ke TPS dan memberikan hak suaranya pada hari pemungutan suara.

   Mempersiapkan sumber daya manusia yang memahami hak-hak prinsipil dari kelompok penyandang disabilitas merupakan hal yang harus disosialisasikan oleh pemerintah yang ditujukan bukan hanya kepada petugas KPU dan aktivis pejuang disabilitas, tapi untuk semua masyarakat Indonesia agar peduli kepada kaum disabilitas. Sehingga hal-hal dasar seperti hak aksesibilitas yang dimiliki oleh kelompok penyandang disabilitas di Tempat Pemungutan Suara dapat terpenuhi.

   Okeyy, terimakasih banyak ya guys sudah membaca artikel ini, semoga kalian ada langkah kecil untuk lebih peduli kepada teman kita yang disabilitas ya... Amin. Oh iya guys, as ussual aku mau share two songs that make us care for disabilities's friends! Don't forget to play and comment in the bellow ya guys! See yaaa...





Sumber: pdfPemiluLayakDisabilitas

Manusia Kuat - Tulus

Merakit - Yura Yunita


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Ingin Hidup di Bumi, Bukan?

Dalam Terik, Bersuara Membela Kritik yang Dikriminalisasi Oligarki

Plastic Campaigner with Environment Warriors!