Politik Lingkungan Tidak Menyejahterakan, Malah Memakan Korban
Hai-hai environment rangers! Gimana kabar
kalian nih? Semoga sehat dan bahagia terus yaa.
Nah guys, kalau kalian
lagi liat anak kecil di desa yang terlihat bahagia saat bermain di tengah hamparan
sawah, pasti kalian mau ikut merasakan, bukan? Apalagi para penghuni kota,
hehe..
Tentu saja dengan lingkungan alam yang
menyegarkan pikiran dan suasana, kita bisa jadi lebih bahagia seperti harapanku
diawal tadi.
Tapi, kalian tau
gak sih, kenapa pencemaran lingkungan terjadi dimana-mana, dan suhu udara
terasa lebih panas? Kira-kira siapa ya yang perlu menyelesaikan masalah
lingkungan ini supaya lingkungan kembali nyaman ditinggali? Nah, kali ini kita
akan membahasnya bareng-bareng nih, let’s
go!
Semua ini dimulai
dari ulah manusia, lho guys! Hah, kok bisa? Bisa dong! Lalu, gimana ceritanya?
Ceritanya simple,
guys! Manusia yang populasinya semakin bertambah, mendorong pemenuhan kebutuhan
mereka. Tetapi, sumber daya alam yang ada hanya sedikit. Ditambah lagi,
eksploitasi sumber daya alam yang tidak berdasarkan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan).
Sebenarnya kita
juga tidak bersalah penuh sebagai masyarakat biasa. Tetapi, ini semua diatur
pengelolaan sumber daya alamnya oleh pemerintah. Nah, intinya pemerintah punya
peranan penting dalam membuat dan mengatur kebijakan pembangunan yang berbasis
ramah lingkungan dan berkelanjutan, lho guys! FYI, pemerintah bergerak karena adanya politik. Nah, apa sih itu
politik?
Menurut teori
klasik Aristoteles, Pengertian Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara
untuk mewujudkan kebaikan bersama. Jadi, intinya politik adalah suatu ilmu
untuk menyejahterakan banyak orang. Tapi, sayangnya karena politik itulah yang
disalahgunakan oleh pemerintah dan pihak sekitarnya untuk menyejahterakan kaum
mereka sendiri dan para pengusaha yang bisa menghasilkan uang, tanpa
memperhatikan lingkungan yang semakin rusak. Waduhh, makin ngeri yaa pembahasannya, tidakkk!!! So, langsung aja
kita ke pembahasan tentang Politik
Lingkungan.
Masyarakat menjadi tidak peduli akhir-akhir ini terhadap proses politik pemerintah dan memberikan kepercayaan kepada lembaga-lembaga sipil yang tidak memiliki hubungan langsung dengan pemerintah. Manifestasi apatisme/ ketidakpedulian ini tertuang dalam konsep green state yang digagas oleh Robin Eckersley (2004).
Teknokrat
(orang-orang yang bekerja di bidang teknik untuk pemerintahan) berasumsi bahwa
data-data mengenai bencana lingkungan akan merusak agenda pemerintah terhadap
pengelolaan sumber daya alam yang (katanya)
adil dan berkelanjutan. Rekomendasi pembangunan yang mengutamakan lingkungan
dapat membahayakan kepentingan bisnis modern pengusaha yang menjadi mitra utama
pemerintah (Raymond Bryant, 1991).
Oke guys, sedikit menguras otak ya, hehe.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) berbunyi; “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, dan Pasal 33 ayat (4) berbunyi;
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional”.
Nah, jadi poinnya
adalah boleh pemerintah dan para pengusaha melaksanakan pembangunan bagi
masyarakat karena memang untuk kesejahteraan semua orang, tapi kata “berwawasan
lingkungan” juga perlu ditekankan. Mengingat, mereka hanya terus-terusan mengeruk sumber daya alam untuk dalih
kesejahteraan rakyat. Padahal guys, kalau eksploitasi SDA dilakukan tanpa
terkendali justru membuat rakyat makin menderita. Bisa disebabkan oleh
polusi udara dari industri, suhu udara panas dari pembalakan hutan untuk lahan kelapa
sawit, juga kekayaan laut yang hancur karena tambang batu bara dan minyak bumi
yang berlebihan.
Berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
yang tertulis dalam Pasal 33 ayat 4 diterjemahkan oleh Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 dengan pengertian lingkungan hidup sebagai: “Kesatuan dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya”. So, ikan-ikan, burung-burung dan flora
fauna hutan tropis bisa hidup dengan tenang, beriringan dengan kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia yang disebabkan oleh keindahan alam yang tidak tereksploitasi.
So, peran Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota dan Dewan Perwakilan
Rakyat serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam berbagai bentuk peraturan
seperti Keputusan Presiden, Peraturan Menteri atau Peraturan Daerah perlu diseimbangkan
dengan Konstitusi Republik Indonesia pasal 33 ayat (4). Mahkamah Konstitusi dan
lembaga peradilan mengawasi secara ketat apakah berbagai aturan tersebut related dengan semangat konstitusi yang berwawasan lingkungan tadi?
Kalau tidak seimbang dengan undang-undang tersebut, maka pemerintah dalam kebijakan politiknya perlu direview dan pelaksanaanya perlu dibenahi ulang, agar politisasi lingkungan tidak memakan korban seperti yang terjadi di lubang bekas tambang batu bara yang telah menjadi lubang tambang maut yang telah menelan nyawa 40 orang di Kalimantan. Terjadi juga penambangan timah lepas pantai di Pulau Bangka yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara PT. Timah telah merusak ekosistem bawah laut di sekitar Pulau Bangka.
Begitupun di utara Jakarta, tepatnya daerah Marunda, terdapat debu batu bara yang mengakibatkan ISPA, gangguan pernapasan pneumokonomis, gatal-gatal, radang tenggorokan yang unfortunately, dirasakan oleh 11.000 warga sekitar termasuk anak-anak sekitar rusunawa. Sekolah yang terkena dampaknya yaitu TKN 02, SDN 05, SMPN 290 Marunda. Adapula nih guys, Proyek Reklamasi Teluk Jakarta yang diresmikan oleh Pemerintah (DKI) Jakarta, telah merusak keanekaragaman alam laut Indonesia dan merugikan nelayan. Huhuu, sadly banget...
Sudah terbukti, kan guys? Bahwa Politik Lingkungan itu telah terjadi dan sangat berhubungan dengan kesejahteraan bahkan nyawa masyarakat Indonesia. So, saran dari penulis cuman dua sih, hehe… yaitu kita bisa membantu menandatangani petisi-petisi yang ada di sosial media untuk menentang program pemerintah yang merusak lingkungan (seperti Petisikita & petisikita1)dan juga ikut komunitas pecinta lingkungan via online (seperti instagram @teensgogreen.id @jejak_in @extinctionrebellion.id) maupun offline ya, guys!
Oh yaaps guys, I have a recommendation song that related to our article todayy, and this's the song "Ini Judulnya Belakangan" by Nosstress. The link in the bellow, guys! If u wanna get more explanation about this article, u may watch this yt video, guys !
SO, IT’S TIME FOR GUARD OUR FUTURE, ENVIRONMENT RANGERS!
If you wanna request any article's topic, put on comments column, bellow!
See yaa, terimakasih, guys! Salam Bela Alam!
Komentar
Posting Komentar