Tanam Sawi di Bulan


Tenda perjuangan Petani Pundenrejo


Ibu bumi wis maringi, ibu bumi dilarani, ibu bumi kang ngadili,” Itulah sepenggal nyanyian dari Mbok Gunarti, satu dari antara banyaknya pejuang lingkungan yang berusaha memertahankan alam Pegunungan Kendeng dari tambang batuan karst. Ini merupakan salah satu sosok yang layak menyandang nama “penjaga alam”. 

Potret pegunungan kendeng dan kerukan batuan karst

Naskah kajian tentang ekofeminisme yang dibuat oleh Noer Fauzi Rachman ini, menyebut sebuah buku yang jadi referensinya yaitu “Earth Mother Myths and Other Ecofeminist Fables: How a Strategic Notion Rose and Fell” karya Melissa Leach (2017), menyatakan tentang perlunya mengenalkan secara luas sosok perempuan pejuang lingkungan supaya memengaruhi dalam hal ini meningkatkan semangat yang konsisten terhadap kerja-kerja pelestarian lingkungan.

Dari cerita Mbok Gunarti, kita bergeser ke sosok pejuang perempuan lain yang saat ini terdapat konflik agraria di Pundenrejo. Ia akrab kami panggil Yu Sulas. Walau mungkin ia sering memarahi kita untuk makan (hehe), tapi semangatnya tak pernah padam bersama masyarakat Pundenrejo, memerjuangkan tanahnya yang bersinggungan dengan PT. Laju Perdana Indah. Hak Guna Bangunan PT ini yang sudah habis. Tapi hendak mengajukan izin baru. Ditambah dengan kriminalisasi kepada masyarakat Pundenrejo. Membuat petani di Pundenrejo kekurangan lahan tani dan psikologisnya terbentur karena permasalahan ini. 

Mbok Gunarti dan Yu Sulas memiliki kaitannya dengan ekofeminisme. Dalam pemahaman saya, eko dari kata ekologi artinya lingkungan. Sementara feminis artinya perjuangan pembebasan. 
Lukisan sosok Mbok Gunarti yang tengah dilukis oleh para seniman Yogyakarta

Feminis kerap kali dicirikan perempuan, tapi maknanya secara luas yaitu perjuangan yang mengakar pada kebebasan. Seperti rahim yang merupakan akar terlahirnya manusia, sehingga ia keluar dari rahim ibu (perempuan) dan bebas untuk memaknai dan menjalani hidupnya.

Ekofeminisme mendalami tentang permasalahan kapitalisme dengan perjungan manusia untuk memertahankan lingkungan hidupnya. 

Pembangunan industri dan paham keuntungan yang diciptakan elit global merupakan kapitalisme yang melukai lingkungan hidup yang dihuni oleh manusia. Perempuan hidupnya mengandalkan air, tanah, pangan dan kebutuhan hidup lainnya yang beririsan dengan siklus biologisnya yang merawat diri (utamanya organ reproduksi) untuk proses melahirkan, merawat anak, dan mengurus kebutuhan keluarga. 

Hal ini dimanfaatkan kaum kapital untuk bergantung pada kebutuhan yang ditawarkan oleh kapital, agar para perempuan tergiur supaya berharap lebih sejahtera, tapi tanpa disadari menyingkirkan sumber penghidupan utama yaitu tanah, air, dan komponen alam lainnya. 

Kami saat proses re-claiming lahan bersama Yu Sulas dan masyarakat Pundenrejo lainnya

Eksploitasi sumber daya alam yang menguntungkan kapital dan merusak lingkungan, mendorong perjuangan para perempuan yang mulai sadar akan kebutuhannya pada alam dihancurkan, memunculkan pantikkan semangat ekofeminisme dalam diri mereka yang terpanggil untuk mengembalikkan fungsi alam sebagaimana mestinya.

Lalu, apa peran kita untuk memaknai lingkungan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kita sebagai manusia?

Kalau bingung jawabnya (sama kayak aku, hehe) 
Mending kita nyanyi atau dengerin nih lagoe
Siapa tau jawabannya ada di sana, amin 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nafas Pundenrejo dalam Perjuangan

Menembang "Lelo Ledung" Bagi Sedulur Sikep dan Wiji Kendeng

Dilema Kepemilikan Tanah: Pemikiran Amatir Pencari Keadilan