Postingan

Nulis Aja

Gambar
Gunarti seorang tokoh perempuan dari Kendeng mengatakan bahwa air untuk kebutuhan keluarga, irigasi sawah, peternakan sapi. Ia tidak bisa membayangkan jika ia membeli air, bisa dipastikan pendapatan keluarga dari bertani akan berkurang sebanyak 40% .   Air yang berlimpah dari Pegunungan Kendeng telah membantu kehidupan masyarakat di sana. Gunarti mengatakan bahwa perlunya menjaga Kendeng agar air tidak berkurang. Masyarakat Kendeng yang mendapat keuntungan dari alam, menganggap perlu untuk membalas kebaikannya dengan melindungi alam secara alami. Mereka menganggap kerusakan alam menyebabkan kesengsaraan bagi masyarakat sekitar. Tembang dari Kendeng yang berbunyi, “Ibu Bumi seng marengi ojo dilarani” berarti, “Ibu Bumi yang memberi maka Ibu Bumi jangan disengsarakan.” Ibu bumi ini diposisikan sebagai alam yang perlu dikasihi dengan dijaga keutuhannya. Pertanyaan refleksi yang tentang “Apa kontribusi kita bagi alam?” mengingatkan kita akan eksploitasi besar-besaran manusia yang...

Tanam Sawi di Bulan

Gambar
Tenda perjuangan Petani Pundenrejo “ Ibu bumi wis maringi, ibu bumi dilarani, ibu bumi kang ngadili, ” Itulah sepenggal nyanyian dari Mbok Gunarti, satu dari antara banyaknya pejuang lingkungan yang berusaha memertahankan alam Pegunungan Kendeng dari tambang batuan karst. Ini merupakan salah satu sosok yang layak menyandang nama “penjaga alam”.  Potret pegunungan kendeng dan kerukan batuan karst Naskah kajian tentang ekofeminisme yang dibuat oleh Noer Fauzi Rachman ini, menyebut sebuah buku yang jadi referensinya yaitu “Earth Mother Myths and Other Ecofeminist Fables: How a Strategic Notion Rose and Fell” karya Melissa Leach (2017), menyatakan tentang perlunya mengenalkan secara luas sosok perempuan pejuang lingkungan supaya memengaruhi dalam hal ini meningkatkan semangat yang konsisten terhadap kerja-kerja pelestarian lingkungan. Dari cerita Mbok Gunarti, kita bergeser ke sosok pejuang perempuan lain yang saat ini terdapat konflik agraria di Pundenrejo. Ia akrab kami panggil Yu Su...

Sosok yang Tak Kusadari dalam Diskusi Bersamanya

Gambar
Baiklah.  Aku tak tahu harus mulai darimana. Semenjak ada kata "harus" buatku jadi semakin terpenjarakan dengan pilihan-pilihan hidup.  Tentang seorang yang pernah aku temui tanpa aku sadari. Lalu ternyata orang itu ada di tengah-tengah kami saat diskusi kala itu. Membuatku mematung sebentar. Aku mematung di kereta menuju ke kota tempat aku memilih untuk mengarungi nasib. Kereta yang belum berjalan hanya sekitar 5 menit lagi akan berangkat. Seakan menemaniku untuk mematung sejenak.  Keberadaannya dalam diskusi terakhir yang ia ikuti sebelum dibelenggu oleh jeratan pasal yang memenjarakan kebebasan berekspresinya kala hari buruh sore itu, membuatku termenung. Bahwa, pengaruhku sekecil menjadi pemantik diskusi kala itu, ternyata adalah perjumpaan terakhir dengannya yang belum aku kenal kala itu. Jarak hari diskusi itu 3 sampai 4 hari sebelum ia dijerat oleh borgol yang rasanya ingin kulepasi.  Miris .  Aku bingung salah siapa. Di sisi lain ia terbukti. Di sisi lai...

Cerita Saja, Tak Apa jika Bosan

Gambar
Malam yang riuh dari dinding kereta. Ia coba mencumbu tubuhku yang penuh waspada akan hari di depan.  Ini aku, panggil saja semaumu. Karena aku sejujurnya bukan siapa-siapa. Seringkali ego melanda, membutakan mata, menyingkirkan yang seharusnya di depan.  Aku seringkali terekam oleh luapan ambisiku. Entah mulai darimana, ya? Baiklah, aku akan memulainya dari yang paling aku ingat dalam benang tipis ingatanku.  Bagian satu: "Ber-" Seperti lirik sebuah lagu, "Sungguh aneh tapi nyata,.."  Ya, dengan kesadaran diri aku baru sekarang berani menyatakannya bahwa aku telah berjalan dari Semarang ke Yogyakarta dengan berjalan kaki.  Bersama salah satu kawanku yang saat itu kita sama gilanya dengan siput di film "turbo". Kita tetap memilih untuk bertarung walau dunia tengah berada dalam gempuran kecepatan.  Jika kita melihat penunjuk arah secara daring, kurang lebih jaraknya dari Kabupaten Semarang yaitu Bawen hingga perbatasan Magelang dan Yogyakarta yaitu Tugu Ire...

FYP, Anxiety, and Mental Health

Gambar
  Sebagai warga +62, mendapatkan informasi tentang kritik terhadap pemerintah menjadi hal yang tidak asing. Mulai dari postingan berisikan berbagai data yang menunjukkan penurunan grafik kualitas udara, anggaran pendidikan yang dipangkas, kebijakan gas elpiji yang mengakibatkan kelangkaan, candaan satir kritik kebijakan, dan postingan berskala serius lainnya. Hal itu hanya memantik anxiety dari diriku. Belum lagi aku membacanya saat dalam kondisi macet di jalanan menuju kampus, sekolah atau tempat kerja. Ajang saling beradu argumen, menjelekkan pihak lain, bercanda satir, yang ada di kolom komentar guna ditujukan untuk pemerintah maupun pihak lain, seringkali mendistraksi pikiranku saat scrolling sosial media.  Tak hanya saat scrolling, tapi juga saat kita belajar lebih dalam tentang kebijakan itu, seakan‐akan bertanya, “Kapan Indonesia bisa damai?”. Ruang digital itu bisa saja disebut demokrasi dan baik untuk kemajuan dan perbaikan pemerintah. Tapi, seringkali kebijakannya ja...

Menembang "Lelo Ledung" Bagi Sedulur Sikep dan Wiji Kendeng

Gambar
  " Tak gadang bisa urip mulya Dadiya wanita utama Ngluhurke asmane wong tuwa  Dadiya pendekare bangsa..." Tembang Lelo Ledung ini merupakan wujud doa yang selaras dengan nilai perjuangan para Wiji Kendeng. Sabtu, 18 Januari 2025, yang mana "pasaran kliwon" menurut tanggalan jawa, para sedulur sikep dekat kaki pegunungan Kendeng menapaki kaki untuk "Nyiwer Kendeng Lamporan Singkir Omo". Apa itu "Nyiwer Kendeng Lamporan Singkir Omo"? Yap, menurut yang disampaikan para warga ini adalah tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh petani di Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan syukur atas panen yang melimpah, serta untuk mengusir hama pertanian dalam bentuk eksploitasi batuan semen di Pegunungan Kendeng yang berdampak buruk bagi kehidupan sedulur sikep.  Lantas, Apa itu Sedulur Sikep? Dalam diskusi siang itu di Omah Kendeng, Pak Gunretno menyampaikan, "Nilai kami para sedulur sikep itu ada: demen, becik, ru...

Roda Berlumuran Oli

Gambar
[Unsplash/Eirmann] Hubungan antara korupsi dengan pengerukan sumber daya alam yang mengerucut pada krisis iklim, tentu sangat lekat. Jika kita mengamati kasus Harvey Moeis, ia menerima uang pengamanan dari beberapa perusahaan sebesar 500 sampai 750 USD per ton. Hal itu seolah-olah dicatat sebagi Corporate Social Responsibility yang dikelola oleh perusahaan milik Harvey yaitu PT Refined Bangka Tin. Harvey menerima uang yang merupakan kerja sama antara perusahaan yang terkena kasus tersebut dengan PT Timah Tbk. Uang itu lalu dicuci oleh perusahaan milik Helena yang bernama PT Quantum Sykline Exchange.  Dari kisah tersebut, kita bisa mengetahui asal muasal dari tindakan korupsi tersebut karena sumber daya alam yang melimpah yang hanya bisa dikendalikan oleh mereka yang memiliki strategi licik untuk menguntungkan diri mereka sendiri. Produksi timah yang merupakan energi kotor merupakan keuntungan bagi perusahaan swasta maupun negara. Inilah yang merupakan State Capture atau oligarki....