Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2024

Dilema Kepemilikan Tanah: Pemikiran Amatir Pencari Keadilan

Gambar
Miris dan menimbulkan dilema di masyarakat, "Masyarakat Pundenrejo kan  ga punya sertifikat tanah. Nah, secara bukti yang lebih legal adalah yang punya sertifikat tanah donk ?" Sontak, aku juga bingung kala itu.  Tapi, berkat beberapa pihak yang memberikan penjelasan bahwa lebih penting konstitusi yang lebih tinggi yaitu Undang-undang dasar 1945 dan kemudian mengacu kepada  Undang-undang nomor 5 tahun 1960 Tentang Undang-undang Pokok Agraria (UU PA) daripada peraturan di bawahnya yang mengatur kepemilikan sertifikat tanah  masyarakat.  1. Utamakan Lex superior derogate legi inferiori untuk kemakmuran rakyat  Asas lex superior derogate legi inferiori dapat diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi. Undang-undang yang lebih tinggi dari permasalahan sertifikat tanah ini yaitu UU Pasal 33 UUD 1945, hal itu berbunyi, "Bumi dan ai...

Nafas Pundenrejo dalam Perjuangan

Gambar
  (Malam perlawanan sebelum penanaman) Malam itu, bulan menyinari aktivitas warga Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Pati yang berkumpul sejak sore hingga pukul 22.00 WIB. Jumat, 27 September 2024 silam, belasan mahasiswa, pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, dan warga menggelar pertunjukkan seni. Hal ini sebagai bentuk protes terhadap PT Laju Perdana Indah (LPI) yang sudah tidak mempunyai hak untuk menguasai lahan garapan petani Pundenrejo. Pasalnya, pada tanggal 27 September 2024, Hak Guna Bangunan (HGB) PT LPI sudah habis. Malam pertunjukkan seni yang sebagai bentuk protes warga, diisi oleh berbagai penampilan yang menyanyikan nafas perjuangan. Mulai dari Koalisi Anak-anak Pundenrejo, Sastra Sastro, pemaparan lukisan dari salah satu mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, hingga puisi yang dipersembahkan oleh beberapa mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) bertemakan perjuangan petani.   “ Di kampung kami tanah-tanah dikutuk, tetangga digusur, y...