Plastic Campaigner with Environment Warriors!

 

Haloww, environment warriors yang lagi baca tulisan biasa aku! Thank you so much yaa sudah berkunjung, hehe…

Inilah ceritaku, sosok mahasiswi biasa semester satu yang “main gas” sana-sini hanya untuk merasa bahagia bersama kawan-kawan baru pejuang lingkungan.

Minggu, 12 November 2023.

Aku terbangun oleh alarm yang menunjukkan pukul 6 pagi. Gawatnya, aku kesiangan. Yaa, aku tau itu wajar karena aku baru tertidur sekitar jam 3 dini hari, ya pasti kalian tau jam rawan anak muda, hahaha.

Mengawali pagi dengan bermodalkan cuci muka dan sikat gigi, lalu bergegas berpakaian yang santai karena aku tau kita akan bertemu dengan sampah-sampah yang terasingkan di pantai. Bersama dengan Ka Fina, teman petualangku kita berangkat hingga tiba di lokasi.

Yaps, Pantai Tirang. Dimana termasuk pantai yang ramai di Semarang.

“Terus, ngapain sih kita disana?”, “Hmm, iya ngapain yaa?”

Kita bersama Greenpeace melakukan kampanye “Tolak Sekali Pakai”, dimana we are stand for not use plastic. But, that’s different on our reality (haha). Tapi, it’s okay kawan-kawan karena kita butuh untuk menjadi campaigner first, then to be the main character of being a good person that didn’t use plastic on the first move.

Pertama-tama nih kawan-kawan kita semua berkumpul sekitar jam 9 pagi untuk take some picture for campaign “Tolak Sekali Pakai” with the banner.

Sumber dok: storygram Greenpeace Indonesia

After that, kita briefing pelaksanaan brand audit. Lohh-lohh, apasi brand audit itu?  Brand audit dalam event kerelawanan Greenpeace bersama environment warriors , dimana kita semua melakukan clean up sampah-sampah di Pantai Tirang, then kita semua mengaudit sampah tersebut terkait “Apa merek dari sampah kemasan tersebut”, “Anak perusahaan apa, merek tersebut?”, “Jenis kemasan apa sampah tersebut?” dan masih banyak lagi sampah dari pertanyaan yang kita identifikasi.

Setelah kita briefing, we do this project! Yeahh, although di Semarang mataharinya ada 7 atau 5 ya katanya? But, overall it’s ok karena gosong bareng, hahaha…

Start from 10 am sampai jam 11 siang kita memilih sampah plastik yang sekiranya masih bisa kita identified. Lanjut, kita mulai ke tahap brand audit, seperti yang telah kita explain on the top. Kita menulisnya secara manual, agar dapat menjadi bukti fisik yang autentik dan mudah diingat, caailahhh...

Sumber dok: storygram Greenpeace Inodnesia

As a auditor, aku harus teliti dalam menulis data dari kemasan sampah tersebut. Produk-produk dari perusahaan ternama seperti contohnya Unilever, menyumbang terbanyak dalam sampah plastik.  Sebenarnya tak hanya perusahaan itu, tetapi yang teridentified clearly didominasi oleh perusahaan tersebut.

Setelah 1 jam kita mengaudit sampah-sampah di Pantai Tirang, kita melakukan evaluasi dengan santai sekaligus mengungkapkan kesan dan pesan untuk  volunteer event Greenpeace kali ini. Dan yang ditunggu-tunggu tiba…. Yapss apalagi kalau bukan hidangan pesisir, hehehe…

Kita disajikan ikan bandeng yang langsung diambil dari tambak dan tidak lupa as an environment warriors to eat vegetables! Ada yang mau tebak sayurnya apa? Yopps, that’s kangkung! Tak hanya disitu, kita juga menyicipi kerang tiram yang super delicious!

Last but not least yaitu bercengkrama between staff Greenpeace Jakarta and volunteer Greenpeace in Semarang. Kalian sadar gak? environment warriors semua yang baca ini full dari awal hingga akhir baru tau, ternyata  menggunakan plastik terlebih styrofoam dapat mencemari ekosistem hamparan birunya laut dan sejuknya pantai. Which is, menurut SDG ke 14 menyatakan bahwa sekitar 12% sampah yang terbuang dan berdampak buruk bagi lautan yang airnya kita konsumsi terus.

So, tahan-tahan ya buat beli produk apapun yang menggunakan segala bentuk plastik kemasan. Jika membeli makanan atau minuman bawa sendiri tempatnya dan totebag untuk tas barang-barang bawaan kalian. See you on top, environment warriors!



Sumber dok: storygram Greenpeace Semarang


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Ingin Hidup di Bumi, Bukan?

Dalam Terik, Bersuara Membela Kritik yang Dikriminalisasi Oligarki